Provinsi Lampung-FN–News-Peraihan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh Pemprov Lampung dari BPK RI Perwakilan Lampung atas laporan keuangan tahun anggaran 2023, seakan tiada arti. Bahkan berbalik menjadi mempermalukan diri sendiri.
Betapa tidak. Saat menyampaikan paparan menyangkut beberapa persoalan yang terkait tata kelola keuangan pemprov, BPK RI justru “menelanjangi” borok yang selama ini dengan berbagai cara dan siasat telah ditutup-tutupi oleh para petinggi di Pemprov Lampung.
Adalah Auditor Utama Keuangan Negara (Tortama KN) V BPK RI, Slamet Kurniawan, yang pada forum resmi DPRD, yaitu Rapat Paripurna DPRD Lampung dalam rangka penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Perwakilan Provinsi Lampung atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Lampung Tahun 2023, di Gedung DPRD Lampung, Rabu (8/5/204) lalu, yang membuka borok pemprov.
Di depan Gubernur Arinal Djunaidi, Ketua dan anggota DPRD, serta seluruh jajaran pejabat eselon II dan III di lingkungan Pemprov Lampung, dengan suara lantang, Slamet Kurniawan memaparkan, bahwa pemprov masih memiliki utang jangka pendek, yakni utang DBH tahun 2023 yang belum dibayarkan pada pemerintah kabupaten/pemerintah kota sebanyak Rp 1,08 triliun.
Ironisnya, “Jumlah ini (Rp 1,08 triliun, red) meningkat signifikan dari tahun sebelumnya, yakni Rp 695,56 miliar,” ujar Slamet Kurniawan yang didengar langsung oleh Gubernur Arinal Djunaidi.
Tidak hanya soal ditahannya DBH senilai Rp 1 triliun lebih saja yang dibongkar secara transparan oleh BPK. Tapi juga “dikuliti” lebih dalam borok yang ada selama ini. BPK menilai, dalam urusan penganggaran pendapatan asli daerah (PAD), Pemprov Lampung tidak melakukannya secara rasional, ditambah pengendalian belanja tidak sesuai skala prioritas.
Akibatnya, begitu beber Slamet Kurniawan, semakin berkurangnya kemampuan Pemprov Lampung untuk membayar DBH dan meningkatnya utang belanja dari Rp 93,78 miliar menjadi Rp 362 miliar.
BPK tidak hanya membuka borok, tetapi juga memberi solusi. Dan Slamet pun “mengajari”, jika Pemprov Lampung perlu melakukan manajemen keuangan secara memadai agar dapat menyalurkan dana bagi hasil kepada pemerintah kabupaten/kota secara tepat waktu dan mengurangi utang belanja saat ini.
“Prestasi opini WTP yang ke sepuluh kali secara berturut-turut, seharusnya menjadi motivasi bagi pemerintah daerah lain untuk terus meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah,” sambungnya.
Di akui, BPK telah melakukan identifikasi terhadap beberapa area yang memerlukan perhatian lebih lanjut.
Apa saja itu? Pertama: Penganggaran pendapatan tidak memadai dan tidak berdasarkan perkiraan yang terukur secara rasional dan dapat dicapai karena tidak melihat potensi dari realisasi tahun sebelumnya. Akibatnya, pelaksanaan belanja pemprov tidak didukung ketersediaan dana yang cukup.
Kedua: Ada 60 paket pekerjaan infrastruktur yang mengalami kekurangan volume sebesar Rp 3,29 miliar, dan yang tidak sesuai spesifikasi sebesar Rp 823 juta. Sedangkan yang belum dikenakan denda atas tiga paket pekerjaan yang terlambat, sebesar Rp 32,4 juta.
Ketiga: Pemprov terlambat menyalurkan dana bagi hasil pajak rokok triwulan 4 tahun 2023 sebesar Rp 80,05 miliar serta dana bagi hasil pajak daerah triwulan 2, 3, dan PBNKB untuk triwulan 1 tahun 2023 sebesar Rp 702 miliar.
Lalu apa rekomendasi BPK? Direkomendasikan kepada Gubernur Lampung agar mengelola keuangan daerah sesuai ketentuan dan menghindari defisit keuangan. Kemudian, menyalurkan DBH tahun 2024 pada pemerintah kabupaten/kota sesuai ketentuan.
Tidak hanya itu. BPK juga meminta Gubernur Arinal Djunaidi memberikan perintah kepada: Pertama; Sekretaris Daerah selaku ketua tim anggaran pemerintah daerah untuk mengevaluasi APBD dengan mempertimbangkan potensi daerah dan perhitungan rasional dalam penetapan anggaran pendapatan asli daerah, dan merencanakan belanja daerah sesuai dengan kemampuan serta ketersediaan dana.
Kedua; Memerintahkan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) selaku bendahara umum daerah, untuk menyalurkan pembayaran DBH tahun 2023 sebesar Rp 1,08 triliun kepada pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Lampung, serta menginstruksikan kepada Kepala Bidang Perbendaharaan selaku kuasa benda daerah, agar cermat dalam melakukan pencairan belanja dengan memperhatikan penggunaan dana sesuai dengan peruntukannya.
Yang Ketiga; Memerintahkan kepada Kepala Dinas Bina Marga dan Bina konstruksi (BMBK), Kepala Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Cipta Karya (Perkim-CK), Kepala Dinas Pengembangan Sumber Daya Air (PSDA), Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud), Kepala Dinas Perkebunan (Disbun), dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), untuk memproses kelebihan pembayaran sebesar Rp 4,11 miliar, dan kekurangan penerimaan dari denda keterlambatan sebesar Rp 32,44 juta kepada pihak-pihak terkait sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan menyetorkannya ke kas daerah.
Apa tanggapan para kepala dinas yang instansinya dinilai “bermasalah” oleh BPK? Sampai berita ini ditayangkan, belum ada yang memberikan penjelasan meski permintaan konfirmasi telah disampaikan. (gilang)