Aneh, Pemprov Tidak Beritahu Besaran DBH ke Pemkab & Pemkot

By Admin
Selasa, 14 Mei 2024 | 195 Views
Array

Prov. Lampung-FNNews-Mengulik skandal keuangan pemerintah dengan ditahannya dana bagi hasil (DBH) Rp 1,08 triliun oleh Pemprov Lampung yang dibeberkan Auditor Utama Keuangan Negara (Tortama-KN) V BPK RI, Slamet Kurniawan, Rabu (8/5/2024) pekan silam, membuka fakta lain.

Ternyata, selama ini pemerintah kabupaten dan pemerintah kota se-Lampung tidak pernah mengetahui secara persis jumlah besaran bagian DBH-nya.

Mengapa bisa begitu? “Karena tidak pernah diberikan SK berapa jumlah DBH yang dibayar (diterima, red),” kata Kepala BPKAD Pemkot Bandar Lampung, M. Nur Ramdhan.

Karena tidak pernah mendapatkan SK –biasanya berupa Peraturan Gubernur-, maka Ramdhan juga mengaku tidak tahu persis berapa utang pemprov ke pemkot terkait soal DBH ini. Ia hanya bisa menyampaikan, bahwa hingga saat ini pihaknya baru menerima DBH triwulan 1 tahun 2023 senilai Rp 24 miliar. Pemprov berjanji akan membayarkan triwulan 2, 3, dan 4 di tahun 2024.

“Pola semacam ini sama persis yang dilakukan pada tahun anggaran 2022 lalu. Hitung-hitungan kami, sampai sekarang pemprov masih berutang Rp 124 miliar ke Pemkot Bandar Lampung,” urai Nur Ramdhan sebagaimana dikutip dari bumilampung.com.

Dikatakan, sesungguhnya tidak ada alasan bagi Pemprov Lampung untuk tidak membayarkan DBH kepada pemkot dan pemkab se-Lampung.

“Kalau pemprov bilang mereka butuh uang untuk pembangunan, kami 15 pemkot dan pemkab ini kan juga sama-sama memerlukan dana untuk pembangunan. Dan DBH itu menjadi hak pemkab/pemkot se-Lampung lo,” lanjutnya seraya menambahkan, jika DBH pajak rokok senilai Rp 9 miliar sampai sekarang pun belum dibayarkan oleh pemprov.

Uniknya lagi, masih kata Nur Ramdhan, Pemprov Lampung membuat ketentuan bagi Pemkot Bandar Lampung, di mana pada setiap pembahasan APBD hanya boleh menganggarkan DBH sebesar Rp 133 miliar saja. Padahal, seharusnya bisa lebih.

Apa yang dibeberkan Kepala BPKAD Pemkot Bandar Lampung tersebut diaminkan oleh beberapa pejabat terkait di kabupaten lainnya. Seorang kepala urusan keuangan di salah satu kabupaten membenarkan apa yang dikatakan M. Nur Ramdhan.

“BPKAD Pemprov Lampung itu kayak penuh misteri. Padahal, ini kan uang negara dan hak kabupaten/kota. Entah kenapalah mereka harus nunjukin kesan disembunyiin seperti itu. Kalau hal ini nyangkut uang pribadi, yo monggo saja disembunyiin, bukan urusan kita juga,” kata pejabat yang keberatan dituliskan namanya ini, Selasa (14/5/2024) siang, melalui telepon.

Ia mengaku, sampai harus “menarik” mantan pegawai di BPKAD Pemprov Lampung ke institusi yang dipimpinnya guna memudahkan dalam memantau dan mengurus DBH. Dan langkah yang dilakukannya memang bermanfaat bagi kepentingan pemerintah kabupatennya terkait pembagian dana hasil tarikan berbagai pajak tersebut. 

“Alhamdulillah, sejak pola itu saya lakuin, belum lagi dikirim DBH-nya saja, kita sudah dapat informasinya. Kalau sebelumnya, sudah bolak-balik ke BPKAD Pemprov Lampung juga sia-sia saja,” imbuhnya, sambil tertawa ngakak.

Sementara seorang mantan sekretaris daerah kabupaten mengaku, mengurus DBH ke pemprov sulitnya minta ampun. Apalagi, jumlah besarannya memang baru diketahui jika telah bertemu pejabat di BPKAD Pemprov Lampung.

“Untuk melihat total besaran DBH saja, harus ketemu pejabat berwenang di BPKAD Lampung. Tidak bisa sembarangan. Kalau tidak, ya kita tahunya segitulah hak kabupaten seperti yang dikirimkan. Maka, saat media ini menayangkan pergub soal alokasi DBH cukai hasil tembakau dengan terinci besaran yang diterima masing-masing pemkab/pemkot, semua pada mencatat untuk dicek kembali sesuai tidak yang mereka terima dengan pergub itu,” urai dia, Selasa (14/5/2024) siang. 

Lalu apa kata Pemprov Lampung terkait urusan ditahannya DBH senilai Rp 1,08 triliun yang dibongkar oleh Auditor Utama Keuangan Negara (Tortama-KN) V BPK RI, Slamet Kurniawan, Rabu (8/5/2024) pekan silam? Sekdaprov Fahrizal Darminto, menyatakan, dari DBH Rp 1.080.039.816.800 yang menjadi catatan BPK tersebut, pada 8 Mei lalu –sama waktunya saat skandal ini diungkap auditor BPK- telah dibayarkan sebanyak Rp 355.217.240.881.

“Sisanya Rp 724.822.575.919 akan direalisasikan di tahun anggaran 2024 ini,” ujar Fahrizal, Senin (13/5/2024) kemarin.

Sebelumnya, seorang praktisi hukum, Novianti, SH, menilai, penahanan DBH oleh Pemprov Lampung senilai Rp 1,08 triliun, bisa dilihat sebagai upaya untuk “menyimpangkan” uang negara dan menjurus ke arah tipikor. Karena penahanan tersebut tidak didasarkan pada hukum yang jelas, dan tidak dilakukan dengan prosedur yang sesuai ketentuannya. 

Menurut alumnus FH Unila ini, penahanan DBH yang tidak sah dapat dikatakan sebagai mengelola uang negara secara tidak transparan dan dapat mempengaruhi jalannya program pembangunan serta kesejahteraan masyarakat.

“Pemkab/pemkot yang berhak menerima DBH dapat mengajukan gugatan, baik secara pidana maupun perdata terhadap Pemprov Lampung terkait dengan penahanan DBH ini. Begitu juga dengan elemen masyarakat atau ormas. Jadi, ya sebaiknya ramai-ramai saja menggugat pemprov, agar DBH yang jelas-jelas memberi manfaat kepada 15 kabupaten/kota dan masyarakat Lampung bisa segera diberikan,” tutur Novianti yang juga dikenal sebagai aktivis berbagai ormas, Senin (13/5/2024).

Diuraikan oleh tokoh PEKAT-Indonesia Bersatu Provinsi Lampung ini, bahwa gugatan pidana dapat dilakukan karena penahanan DBH bisa dianggap sebagai tindak pidana korupsi, sedangkan gugatan perdata dapat dilakukan karena penahanan DBH tersebut berdampak pada tidak jalannya program pembangunan dan berimbas juga pada terhambatnya kesejahteraan masyarakat secara umum.

Mengenai bisanya elemen masyarakat atau ormas juga mengajukan gugatan terhadap Pemprov Lampung terkait dengan penahanan DBH, Novi memaparkan, gugatan dapat dilakukan berdasarkan asas-asas hukum yang berlaku, seperti asas keadilan, asas kesetaraan, dan asas kemanusiaan, maupun gugatan PTUN.

“APH juga dapat melakukan penyelidikan langsung terhadap penahanan DBH ini, untuk mengetahui apakah penahanan tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur dan tidak melanggar hukum,” imbuh praktisi hukum yang dikenal aktif di ormas Generasi Anti Narkotika Nasional (GANN) tersebut.

Bagaimana tanggapan BPKAD Pemprov Lampung mengenai tidak diberikannya SK tentang jumlah besaran DBH bagi pemkab/pemkot sebagaimana dibeberkan M. Nur Ramdhan? Sayangnya, Plh Kepala BPKAD, Syafriadi, belum berhasil dimintai penjelasan. 

Seorang pegawai BPKAD Lampung yang dihubungi Selasa (14/5/2024) petang mengaku, Syafriadi yang jabatan definitifnya Sekretaris BPKAD memang tidak mau sembarangan menerima wartawan dan memberikan keterangan. (gilang)

Array

Berita Terkait

Tutup
Tutup