Lamteng~FN–News~Kegiatan pengadaan 2.100 unit laptop (chromebook) di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Lampung Tengah ditengarai bermasalah. Bukan hanya terkait adanya 74 unit yang tidak sesuai spesifikasi dalam masa garansi, tetapi juga harga pembelian yang tidak sesuai ketentuan.
Untuk diketahui, pada APBD tahun 2023 Pemkab Lamteng menyiapkan anggaran untuk belanja modal peralatan dan mesin sebesar Rp 70.849.798.126,00, dengan realisasi Rp 58.937.433.599,00 atau 83,19%. Dari anggaran tersebut, yang dikucurkan ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) sebanyak Rp 17.455.245.000,00 untuk tujuh kegiatan pengadaan peralatan teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK), dengan enam penyedia jasa.
Paket pengadaan peralatan TIK berupa pembelian 2.100 unit laptop (chromebook) itu diketahui selain menggunakan APBD, juga dari DAK Fisik Pendidikan tahun 2023, yang dilakukan dengan metode pembelian secara elektronik (e-purchasing) melalui sistem katalog elektronik.
Namun menurut pemeriksaan BPK RI Perwakilan Lampung, sejak awal kegiatan pengadaan 2.100 unit laptop ini telah banyak melakukan kesalahan. Di antaranya: Tidak terdapat dokumen kerangka acuan kerja (KAK) dan spesifikasi teknis dalam dokumen acuan pengadaannya. PPK dan PPTK juga tidak menyusun spesifikasi teknis peralatan yang diadakan melalui e-purchasing. Hanya menggunakan penawaran dari perantara penyedia (sales marketing) sebagai dasar spesifikasi. PPK dan PPTK diketahui tidak melakukan pengumpulan referensi harga, dan tidak mengecek harga dan spesifikasi terhadap laptop (chromebook) yang ditawarkan sales marketing.
Dengan fakta tersebut, menurut BPK RI Perwakilan Lampung dalam LHP atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Pemkab Lamteng Tahun 2023, Nomor: 37B/LHP/XVIII.BLP/05/2024, tanggal 2 Mei 2024, pengadaan 2.100 unit chromebook oleh Disdikbud Lamteng tidak sesuai dengan spesifikasi dan standar harga yang ditetapkan oleh SE LKPP Nomor: 9 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan E-Purchasing Katalog Laptop Produk Dalam Negeri Hasil Konsolidasi Pengadaan Produk Dalam Negeri Secara Nasional Tahun Anggaran 2022, maupun SE LKPP Nomor: 4 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan E-Purchasing Katalog Laptop Produk Dalam Negeri Hasil Konsolidasi Pengadaan Laptop Produk Dalam Negeri Secara Nasional Tahun Anggaran 2023.
Diuraikan, pada SE LKPP Nomor: 9 Tahun 2022 ditetapkan harga Laptop (chromebook) adalah Rp 5.000.000,00 per-unit, sedang pada SE LKPP Nomor: 4 Tahun 2023, senilai Rp 5.500.000,00 per-unit. Harga yang ditetapkan ini sudah termasuk biaya produksi, keuntungan distributor, biaya pengepakan/pengemasan, overhead dan keuntungan, biaya pajak dan bea/retribusi pungutan lain yang resmi, diluar ongkos kirim.
Menurut ketiga penyedia jasa pengadaan 2.100 unit laptop pada Disdikbud Lamteng, yaitu PT TUI, PT EPS, dan PT SJ, mereka merupakan reseller dari distributor resmi dengan merek Libera Merdeka; PT GIJ. Harga per-unit dari PT GIJ ke reseller untuk laptop Libera Merdeka C120 dengan garansi setahun Rp 6.950.000,00, dan Libera Merdeka C120 garansi dua tahun Rp 7.650.000,00 per-unit. Yang dikirimkan ke Disdikbud seluruhnya diakui merupakan produk Libera Merdeka C120 dengan garansi dua tahun.
Dengan adanya perbedaan harga dibandingkan SE LKPP tersebut, maka BPK RI Perwakilan Lampung mencatat, telah terdapat kemahalan harga sebanyak Rp 4.295.000.000,00. Bukan hanya itu saja. Melalui pengecekan fisik dan lapangan diketahui, terdapat 74 dari 2.100 unit laptop yang merupakan Libera Merdeka C120 dengan garansi satu tahun. Dari kasus ini terjadi kelebihan pembayaran Rp 47.120.000,00.
74 unit laptop (chromebook) yang tidak sesuai kesepakatan itu diterima oleh tujuh sekolah di Lamteng, yaitu SDN 2 Bumi Nabung Ilir, SDN 3 Bumi Nabung Baru, SDN 2 Bumi Nabung Baru, SDN 1 Gaya Baru II, SDN 1 Sumber Agung, SDN 3 Varia Agung, dan SD Islam Miftahul Ulum.
Hingga saat ini, persoalan kemahalan pembayaran atas pengadaan 2.100 unit laptop senilai Rp 4.295.400.000,00 dan kelebihan pembayaran sebesar Rp 47.120.000,00 kepada PT TUI dan PT SJ, masih menggantung. Alias belum dikembalikan ke kas daerah, apalagi diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku terhadap penyimpangan penggunaan keuangan negara. Meski indikasi masuk dalam perbuatan tindak pidana korupsi, cukup terang benderang. (GILANG)