Oleh : Gunawan Handoko
Balam~FN–News~Debat kandidat perdana Calon Walikota – Wakil Walikota Bandar Lampung yang diselenggarakan KPU pada 28 Oktober 2024 di Emersia Hotel, yang mengusung tema Tata Kelola Pemerintahan dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat, patut untuk dicermati dan dianalisa tentang kemungkinan visi dan misi kedua paslon tersebut dapat diwujudkan dalam langkah praksis, atau hanya sekadar menjual janji.
Karena semua tahu, bahwa kondisi keuangan di Pemkot Bandar Lampung saat ini masih belum baik-baik saja, sementara untuk merealisasikan program tersebut membutuhkan dana yang besar.
Dalam debat tersebut, pasangan calon Walikota – Wakil Walikota Bandar Lampung dengan nomor urut 1: pasangan Reihana – Aryodhia Febriansyah, mengusung visi “Bandar Lampung Maju Berbinar”, dengan fokus pada konsep smart city dan transformasi menjadi kota Metropolitan.
Juga menekankan pentingnya peningkatan daya saing sumber daya manusia (SDM) dalam menghadapi era globalisasi. Pasangan nomor utur 1 ini juga punya program agar Kota Bandar Lampung menjadi kota budaya dengan ruang terbuka hijau yang tertata baik, indah, dan nyaman.
Masalah transparansi dalam penggunaan APBD, juga merupakan bagian dari komitmennya terhadap pemerintahan yang akuntabel.
Sementara, pasangan nomor urut 2: yakni Eva Dwiana dan Deddy Amarullah yang merupakan calon incumbent, mengusung visi “Bandar Lampung Sehat, Cerdas, Beriman” yang berbasis ekonomi untuk kemakmuran masyarakat. Sedangkan misinya meliputi peningkatan pelayanan kesehatan dan pendidikan serta pengembangan infrastruktur untuk mendukung ekonomi masyarakat.
Semua tentu berharap agar siapapun yang terpilih nanti harus paham dengan apa yang menjadi kebutuhan Bandar Lampung sebagai Ibukota Provinsi Lampung. Proses pembangunan Kota Bandar Lampung ke depan harus diletakkan tidak semata untuk menjawab kepentingan ekonomi yang dianggap sebagai keberhasilan utama. Namun jauh dari itu harus mampu menjawab secara sungguh-sungguh aspek keselamatan, kelestarian lingkungan hidup, dan sosial budaya. Itulah yang disebut dengan pembangunan berkelanjutan. Pada prinsipnya, pembangunan berkelanjutan berpegang pada tiga pilar yang setara antara ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial budaya. Tidak boleh diantaranya dianggap paling luhur dan saling menegaskan. Pembangunan berkelanjutan harus pula memiliki keselarasan dan saling terintegrasi antara apa yang direncanakan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan Provinsi Lampung dan nasional. Karena itu, rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) dan rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD) harus menjadi acuan dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembangunan. Dengan kata lain, tidak boleh hanya mengikuti selera penguasa tanpa konsep yang jelas.
Harus disadari, bahwa Bandar Lampung merupakan kota terbesar dan terpadat ketiga di Pulau Sumatera setelah Medan dan Palembang, serta merupakan salah satu kota besar di Indonesia dan kota terpadat di luar Pulau Jawa. Persoalan utama yang dihadapi Kota Bandar Lampung saat ini adalah masalah banjir dan minimnya ruang terbuka hijau (RTH). Paslon nomor urut 01 berkomitmen untuk menangani banjir dengan solusi yang komprehensip dan mewujudkan RTH sempat diungkapkan dalam debat kandidat. Hal tersebut juga pernah disampaikan oleh Paslon 02 saat debat kandidat pada 5 tahun lalu. Bahkan Bunda Eva berjanji untuk membangun RTH di setiap kecamatan hingga kelurahan. Hanya saja, kedua program tersebut belum bisa terwujud sampai saat ini, bahkan kawasan hutan kota yang telah ada dan berfungsi sebagai RTH justru luasnya semakin berkurang karena telah terjadi alih fungsi.
Maka, Walikota Bandar Lampung ke depan harus berani mempertahankan RTH dan sisa bukit yang masih ada serta membuat regulasi terkait dengan perlindungan dan pengelolaan bukit di kota ini. Agar Kota Bandar Lampung tidak menjadi langganan banjir setiap musim hujan, melalui dua cara. Pertama, melakukan rehabilitasi dan normalisasi seluruh sungai yang ada di Kota Bandar Lampung. Kedua, melakukan grand desain terhadap drainase kota, karena dokumen draninase kota yang ada sudah tidak ada alias hilang. Sebagian besar drainase kota sudah tertimbun oleh bangunan yang ada, sehingga dinas teknis terkait kesulitan untuk melakukan pemeliharaan. Sebenarnya, masih banyak pekerjaan rumah bagi Walikota Bandar Lampung, diantaranya perbaikan fungsi kawasan pesisir agar kondisi laut kembali normal serta menghilangkan sampah yang menggunung di pantai. Padahal Kota Bandar Lampung hanya memiliki panjang garis pantai 27,01 Km yang didukung luas perairan laut 56,57 km2. Potensi yang hanya sedikit ini, mestinya bisa dimanfaatkan sebaik mungkin melalui perbaikan kawasan. Program Water Front City (WFC) yang sempat dicanangkan di era Walikota Eddy Sutrisno (almarhum) dan kini mangkrak, sesungguhnya memiliki nilai jual sebagai kawasan wisata pantai, sekaligus memberikan lapangan kerja bagi masyarakat pesisir. Adanya bibir pantai dengan lekukan yang indah, menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung ke Bandar Lampung.
Masyarakat masih akan disuguhkan visi dan misi dari pasangan Calon Walikota – Wakil Walikota Bandar Lampung melalui debat kandidat kedua. Semua tentu berharap, agar debat kandidat ini bukan sekadar formalitas, namun juga ada edukasi yang kemudian diwujudkan dalam aksi. Harus ada peningkatan yang lebih baik terhadap kesejahteraan masyarakat dan pelayanan publik, infrastruktur, dan lainnya. Untuk membangun Kota Bandar Lampung agar menjadi lebih baik, maka perlu ada tindakan yang dilakukan, yaitu pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Sampai jumpa pada debat kandidat kedua. Salam akal sehat.
*) Penulis: Pengurus LSM PUSKAP (Pusat Pengkajian Etika Politik dan Pemerintahan) Provinsi Lampung.