Penahanan DBH: Perusakan Internal ke Arinal

By Admin
Rabu, 15 Mei 2024 | 256 Views
Array

Prov. Lampung-FNNews|Kasihan Gubernur Arinal Djunaidi. Kurang dari sebulan lagi lengser dari kursi kekuasaan, malah “dikerjain” oleh internal birokrat pilihannya sendiri. Itulah yang tergambar dari silang-sengkarutnya masalah penahanan dana bagi hasil (DBH) untuk 15 kabupaten/kota yang menurut Sekdaprov Lampung, Fahrizal Darminto, Senin (13/5/2024) lalu, jumlahnya “tinggal” Rp 724.822.575.919.

Dipastikan, penahanan DBH ini telah meluluhlantakkan kredibilitas Arinal Djunaidi sebagai Gubernur Lampung di penghujung masa baktinya.

Begitu penilaian pengamat politik pemerintahan dari Lembaga Pusat Kajian Etika Politik dan Pemerintahan (PUSKAP) Wilayah Lampung, Gunawan Handoko.

“Harusnya, para pejabat pemprov yang menangani masalah DBH punya kepekaan ekstra. Bahwa saat ini eranya politik, dengan menahan DBH berarti sama saja mereka mengganjal langkah Gubernur Arinal maju lagi dalam pilgub. Jadi, sadar atau tidak, dengan belum diselesaikannya urusan DBH ini, sebenarnya Arinal justru dirusak oleh pejabat yang diangkatnya sendiri,” ucap Gunawan Handoko, Rabu (15/5/2024) pagi.

Menurut dia, apapun alasannya Pemprov Lampung tidak ada wewenang untuk menahan DBH yang menjadi hak Pemerintah Kabupaten dan Kota, karena itu Gubernur Arinal harus berani mengevaluasi kinerja anak buahnya dengan serius.

“Apalagi, masa jabatannya tinggal hitungan hari. Kalau pak Arinal masih berpikir maju lagi di pilgub, urusan DBH ini ya dituntaskan dulu. Kalau tidak, inilah ganjalannya -yang ironisnya- justru diciptakan dari internal birokrasi yang dipimpinnya sendiri,” lanjut Gunawan Handoko.

Mantan birokrat ini menegaskan, DBH merupakan dana berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu. Tujuannya sudah jelas, yakni untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 

“Bagi Pemerintah Kabupaten dan Kota, DBH ini sangat dibutuhkan karena menyangkut ‘hajat hidup’ untuk mendanai kebutuhan daerah. Aturannya pun sudah jelas, dalam UU Nomor: 25 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor: 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Tujuannya untuk menyeimbangkan antara pembangunan nasional dengan pembangunan daerah, yang dalam pelaksanaannya sekaligus untuk mengurangi ketimpangan antara daerah penghasil dan daerah bukan penghasil sumber daya alam,” urainya.

Maka, kata Gunawan lagi, penyaluran DBH tidak bisa ditunda, harus berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan. Sangat aneh jika pembayaran DBH untuk Kabupaten dan Kota sampai ditahan. Mestinya, begitu dana dari pusat turun, langsung dibagi sesuai besaran masing-masing, bukan ditahan untuk menanggulangi defisitnya anggaran Pemprov Lampung. 

“Jadi kesannya, DBH itu semacam hadiah atau bonus yang penggunaannya suka-suka. Lebih miris lagi, besaran DBH yang menjadi hak pemkab dan pemkot tidak transparan, karena pihak pemprov tidak memberikan SK tentang itu. Jika Hal tersebut benar, hal ini memperkuat dugaan adanya upaya penggelapan DBH dan ini jelas merupakan tindak pidana korupsi,” sambung politisi Partai Ummat itu. 

Dikatakan, agar semua menjadi transparan dan terang benderang, hendaknya Pemprov Lampung dapat memberikan informasi secara terbuka kepada publik, berapa besaran DBH masing-masing Kabupaten dan Kota, termasuk hak untuk Pemprov Lampung. 

“Keterbukaan ini sangat penting, mengingat masa jabatan Gubernur akan segera berakhir. Lebih penting lagi, jangan sampai hal ini akan menjadi sandungan pak Arinal Djunaidi yang akan mencalonkan diri kembali dalam pilgub,” ujar Gunawan Handoko.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kepala BPKAD Kota Bandar Lampung, M. Nur Ramdhan, membeberkan bahwa selama ini pihaknya tidak pernah tahu dengan pasti berapa jumlah DBH yang menjadi haknya.

“Karena kami tidak pernah diberikan SK berapa jumlah yang dibayar (diterima pemkot, red),” kata Nur Ramdhan, Senin (13/5/2024) lalu.

Praktisi hukum, Novianti, juga menyatakan penahanan DBH oleh Pemprov Lampung berindikasi tindak pidana penyimpangan anggaran negara, karenanya bisa dilaporkan kepada APH. 

“Seharusnya, pemkab dan pemkot maupun elemen masyarakat berani mengajukan gugatan atas penahanan DBH ini. Karena dampaknya secara nyata telah menghambat program pembangunan di 15 daerah serta masyarakat secara umum,” ujar Novi, Senin (13/5/2024) lalu.

Sayangnya, kabar tidak terbukanya Pemprov Lampung dalam hal besaran DBH yang diterima 14 kabupaten/kota selama ini, belum mendapat penjelasan dari Plh Kepala BPKAD Lampung, Syafriadi. Seorang staf di BPKAD, Selasa (14/5/2024) petang, menjelaskan, sekretaris BPKAD tersebut tidak mau sembarangan menerima wartawan apalagi menyampaikan keterangan. (gilang)

Array

Berita Terkait

Tutup
Tutup