Lampung Timur~FN–News~Pj Gubernur Lampung, Samsudin, perlu untuk diingatkan agar jangan terburu-buru dalam menyikapi salah satu proyek strategis nasional yang ada di provinsi ini, yaitu pembangunan bendungan Marga Tiga di Kabupaten Lampung Timur. Apalagi sampai berencana pada September nanti dilangsungkan peresmian.
Mengapa begitu? Menurut penelusuran media ini Minggu (21/7/2024) kemarin, meski pemerintah pusat telah memberi kepastian bagi warga yang selama ini menguasai lahan kawasan Register 37 Way Kibang, yakni Desa Trisinar, Kecamatan Marga Tiga, dan Desa Mekar Mulyo, Kecamatan Sekampung, akan diberi ganti rugi atas lahan yang digarap berikut tanam tumbuhnya, namun warga setempat merasa masih gamang.
Apalagi persoalannya? “Kami memang senang, akhirnya akan mendapat ganti rugi tanah dan tanam tumbuh walau lahan yang kami kelola selama ini masuk kawasan Register 37 Way Kibang. Tapi masalahnya, belakangan ini muncul pihak-pihak tertentu yang mengklaim kalau akan dibayarnya ganti rugi itu berkat perjuangan mereka. Nah, mereka memaksa kami untuk memberi imbalan sebesar 15% dari nilai ganti rugi yang nanti akan kami terima,” beber seorang warga Trisinar yang keberatan dituliskan namanya dengan alasan demi keamanan diri dan keluarganya, pun warga desa tersebut.
Siapa pihak-pihak tertentu yang “meminta setoran” 15% dari nilai ganti rugi warga pengguna lahan kawasan Register 37 Way Kibang tersebut? “Mohon maaf bener, mas. Untuk saat ini kami belum berani mengungkap siapa pihak-pihak tersebut. Kaki tangannya banyak. Kami takut diintimidasi dan dikriminalisasi. Sampeyan kan tahu, masalah ganti rugi bendungan Marga Tiga ini ruwet sejak awal, karena banyak pihak yang bermain,” lanjut pria berusia setengah baya itu dengan suara tersendat.
Warga lain asal Mekar Mulyo menjelaskan, terkait dengan ganti rugi lahan bendungan Marga Tiga, masyarakat setempat selama ini sulit membedakan mana aparat penegak hukum dan mana yang broker. Karena hampir semuanya “bermain” guna menangguk keuntungan dari ganti rugi yang diterima warga.
Bukan hanya soal munculnya pihak-pihak tertentu yang meminta “jatah preman” 15% dari nilai ganti rugi yang nantinya diterima warga penggarap kawasan Register 37 Way Kibang saja yang membuat warga dua desa dalam kegamangan. Hingga saat ini, mereka pun belum mengetahui jumlah tanam tumbuh yang akan digantirugi. Karena belum menerima resume nominal besaran ganti rugi yang akan diterimanya.
Seperti diketahui, terkait dengan pembebasan sebagian lahan kawasan Register 37 Way Kibang, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung melalui surat bernomor: 522/881/III.8/2016 telah memetakan adanya kawasan register yang menjadi bagian lokasi genangan dari bendungan Marga Tiga. Luas lahan kawasan yang selama ini telah dikuasai masyarakat sekitar 298,33 hektare, terdiri dari 570 bidang tanah.
Mengapa Pj Gubernur Samsudin perlu diingatkan? Karena setidaknya ia telah dua kali menggelar rapat khusus membahas percepatan pembangunan bendungan Marga Tiga ini. Yaitu pada 2 Juli dan 17 Juli pekan lalu. Bahkan, pada rapat kedua yang langsung dipimpinnya, fokus membahas mengenai percepatan penyelesaian genangan bendungan Marga Tiga dengan uraian utama mengenai klarifikasi bukti penguasaan bidak eks kawasan hutan.
Sesungguhnya, langkah Pj Gubernur Samsudin mengadakan rapat khusus terkait pembangunan bendungan Marga Tiga memang cukup tepat. Karena fakta di lapangan menunjukkan bila realisasi proyek strategis nasional itu masih jauh dari target dan banyak menyimpan persoalan.
Sebagaimana diketahui, hampir 6 tahun berlalu, sejak dimulainya sosialisasi awal tahun 2018 silam, pengadaan tanah untuk pembangunan proyek strategis nasional di Way Sekampung, Desa Negeri Jemanten, Kecamatan Marga Tiga, Lampung Timur, itu menjadi salah satu persoalan yang rumit, mengakibatkan hingga saat ini belum ada tanda-tanda keberadaan bendungan tersebut akan segera difungsikan.
Bahkan, berbagai permasalahan muncul ke permukaan. Utamanya terkait dugaan korupsi dengan memanipulasi data lahan dan tanam tumbuh yang berpotensi merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah. Yang hingga kini, meski Polda Lampung telah menetapkan beberapa tersangka dan menyita puluhan miliar rupiah, namun proses hukumnya belum berlanjut ke meja hijau. Setidaknya ada empat tersangka yang masih mendekam di sel Mapolda Lampung.
Menurut catatan media ini, masalah lain yang muncul dalam proses pembangunan bendungan Marga Tiga adalah pembayaran ganti rugi tahap 1 bagi warga kecamatan tersebut yang hingga hari ini belum juga selesai. Dari 744 bidang yang semestinya dibayarkan pada tahap 1 senilai Rp 228.369.747.261, masih tersisa 285 bidang yang belum diberikan dana ganti ruginya, dengan nilai Rp 128.102.460.707.
Fakta di lapangan membuktikan, masih begitu banyak permasalahan yang belum tuntas. Seperti, dari 14 jembatan yang harus dibangun oleh pemerintah di lokasi yang akan dijadikan area genangan air, hingga saat ini baru 4 yang sudah selesai, sisanya masih terkendala berbagai jenis aturan yang ada. Utamanya terkait masalah mekanisme pelepasan aset oleh pemerintah daerah setempat.
Selain itu, adanya berbagai dugaan kasus korupsi yang terjadi pada penetapan nominal ganti rugi pengadaan tanah serta ganti rugi tanam tumbuh di kecamatan lain yang terdampak, yakni Kecamatan Sekampung, Kecamatan Batanghari, dan Kecamatan Metro Kibang, juga menjadi kendala utama belum bisa dilakukannya land clearing pada lokasi yang akan dijadikan area genangan air bendungan Marga Tiga ini.
Dikabarkan juga bahwa saat ini Polda Lampung tengah melakukan pemeriksaan terkait pemilik lahan di tanah Register 37 Way Sekampung. Yang pasti, hingga saat ini memang belum terdapat bukti surat pelepasan atas kawasan hutan dimaksud. (Gilang)