Provinsi Lampung ~ FN–News~Silang-sengkarut atas anjloknya harga singkong beberapa waktu ini, mendapat perhatian serius dari Komisi II DPRD Lampung. Senin (16/12/2024) lalu, digelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan 25 perwakilan perusahaan tapioka.
Pada RDP yang dipimpin Ketua Komisi II DPRD Lampung, H. Ahmad Basuki, para pengusaha tetap bertahan dengan kesepakatan tahun 2021. Yaitu harga Rp 900 per-Kg dengan rafaksi 15%. Hal yang sebelumnya juga diputuskan Pj Gubernur Lampung, Samsudin, dalam rapat hari Kamis (12/12/2024) siang.
Beberapa perwakilan perusahaan mengakui, di lapangan harganya sangat variatif. Ada perusahaan yang membeli singkong dengan nilai Rp 1.050 hingga Rp 1.200 per-Kg. Ketua Komisi II DPRD Lampung, H. Ahmad Basuki, MPdI, yang memimpin RDP melontarkan penawaran harga, Rp 1.500 per-Kg. Namun, perwakilan perusahaan tapioka menyatakan keberatan.
Legislator asal PKB ini pun akhirnya –dan disetujui anggota Komisi II lainnya- menggelindingkan perlunya Dewan membentuk pansus terkait masalah klasik tersebut.
Seriuskah Komisi II DPRD Lampung membentuk pansus singkong? “Ya seriuslah, dan Inshaallah awal tahun 2025 pansus mulai efektif bekerja maksimal,” tegas Ketua Komisi II DPRD Lampung, Ahmad Basuki, Selasa (17/12/2024) malam.
Diuraikan, melalui pansus singkong ini pihaknya akan membuat kajian komprehensif terkait harga yang berkeadilan, baik untuk petani maupun perusahaan. Sehingga iklim investasi di Lampung tetap berjalan, dan petani beserta keluarganya sejahtera.
Mantan Wakil Ketua DPRD Lampung Timur yang beken disapa Abas itu menambahkan, pansus ini akan menghasilkan kajian yang penting untuk menjadi policy jangka menengah dan panjang terkait polemik harga singkong, agar tidak terus berulang setiap tahun. Yang isunya selalu sama variabelnya, yaitu harga, potongan, dan kualitas.
Disinggung mengenai pernyataan anggota DPRD Lampung dari Fraksi Partai Gerindra, Wahrul Fauzi, bahwa harga yang layak antara Rp 3.000 sampai Rp 4.000 per-Kg, Ahmad Basuki menilai, apa yang dinyatakan koleganya tersebut akan dilihat melalui kajian yang komprehensif dengan melibatkan akademisi, seperti dari Fakultas Ekonomi Unila dan Bank Indonesia untuk menghitung inflasi, juga BPS dan beberapa pihak lainnya.
“Kami akan komparasikan hitung-hitungan dari sisi petani dan perusahaan. Dan kami akan melibatkan berbagai pihak terkait dalam melakukan kajian. Hasilnya itulah yang akan menjadi rujukan harga yang berkeadilan. Baik untuk melindungi kesejahteraan petani singkong maupun juga perusahaan. Hal ini sangat diperlukan, agar iklim investasi di Lampung tetap sehat,” tutur Wakil Sekretaris DPW PKB Lampung itu seraya berharap Pemprov Lampung dapat hadir sebagai regulator untuk memastikan semua berjalan sinergis dan harmoni.
Mengenai masa depan petani singkong, ia menyatakan keyakinannya duet RMD-Jihan sebagai Gubernur-Wagub Lampung terpilih mampu mengatasi persoalan harga komoditi ini.
“Keyakinan saya karena melihat dari dokumen visi misi duet tersebut, yang sangat konsen terhadap isu ekonomi, pertanian, dan ketahanan pangan. Dan memang, untuk mengatasi persoalan ini dibutuhkan political will juga political action yang kuat dari kepala daerah. Dan saya optimis, RMD-Jihan mampu mengatasi masalah klasik saudara-saudara kita petani singkong selama ini,” ucapnya lanjut.
Ahmad Basuki menekankan, political will dan political action dalam persoalan harga singkong ini harus diwujudkan dengan keberpihakan dalam pengalokasian anggaran di bidang perekonomian dan pertanian dengan serius. Tidak seperti anggaran-anggaran tahun sebelumnya, dimana jumlahnya tidak lebih 3% dari total APBD Lampung.
“Bayangkan, dengan jumlah anggaran yang sangat minim itu selama ini untuk 10 OPD bidang perekonomian yang menjadi mitra kerja Komisi II DPRD Lampung. Kedepan harus ada perbaikan, karena dari sini kita memulai langkah memperbaiki tata kelola perekonomian, pertanian, dan ketahanan pangan di provinsi ini,” tutupnya. (gilang)